PROPOSAL
PENELITIAN TENTANG PENDIDIKAN
PENGARUH KEBIJAKAN
SEKOLAH GRATIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR DENGAN MENGONTROL KEMAMPUAN AWAL SISWA
KATA PENGANTAR
Pendidikan merupakan faktor penentu dalam kemajuan
sebuah bangsa, oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa negara yang maju dipastikan
sangat memperhatikan pendidikan di negaranya. Hal ini terlihat dari
negara-negara maju seperti Jepang, Amerika, China yang selalu memperhatikan
tingkat pendidikan warganya.
Di Indonesia, usaha memperhatikan pendidikan sudah
dilaksanakan, pemerintah mulai secara signifikan menggalakkan program wajib
belajar kepada warga Indonesia. Hal ini didukung dengan pemberlakuan kebijakan
Sekolah Gratis. Dengan sekolah gratis ini diharapkan seluruh rakyat Indonesia
memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk belajar, sehingga dapat
meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia. Akan tetapi, kebijakan ini
perlu diperhatikan pelaksanaannya, karena sangat dimungkinkan kebijakan sekolah
gratis justru menjadi batu sandungan bagi pengembangan sumber daya manusia
Indonesia.
Untuk itulah penelitian ini diarahkan untuk
melihat lebih jauh seberapa jauh dampak pelaksanaan kebijakan Sekolah Gratis
terhadap prestasi belajar siswa dengan mengontrol kemampuan awalnya.
Diharapkan, melalui penelitian ini dapat dihasilkan temuan-temuan yang bisa
digunakan dalam pengambilan keputusan lanjutan, tentunya saja seluruhnya digunakan
kembali untuk kemashalatan bangsa.
Bravo Pendidikan
Indonesia .
Tim Peneliti
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Harold G. Shane dalam buku Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, mengatakan :
“pendidikan secara
potensial penting karena : (1) Pendidikan adalah satu cara yang mapan untuk
memperkenalkan si siswa (learners)
pada keputusan sosial yang timbul; (2) pendidikan dapat dipakai untuk
menanggulangi masalah sosial tertentu; (3) pendidikan telah memperlihatkan
kemampuan yang meningkat untuk menerima dan mengimplementasikan
alternatif-alternatif baru; (4) pendidikan barangkali merupakan cara terbaik
yang dapat ditempuh masyarakat untuk membimbing perkembangan manusa sehingga
pengamanan dari dalam berkembang pada setiap anak dan karena itu dia terdorong
untuk memberikan kontribusi pada kebudayaan hari esok.” (Harold G. Shane, 2002,
39).
Berangkat
dari apa yang diungkapkan oleh Shane, dapat dikatakan bahwa pendidikan
merupakan bagian yang sangat penting dan tidak bisa ditawar-tawar lagi,
sehingga setiap warga negara Indonesia
wajib mengenyam pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar, mutu sumber daya manusia Indonesia dapat
bersaing dengan warga negara lain di dunia ini.
Hal ini tentunya patut diapresiasi dengan baik, karena
dengan demikian kesempatan mengenyam pendidikan tidak lagi hanya menjadi milik
mereka yang memiliki kekayaan, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Dengan
ini, maka setiap warga negara Indonesia, dari mulai keluarga pemulung,
tunawisma hingga buruh bangunan berhak untuk memperoleh pendidikan di sekolah.
Hanya saja yang menjadi pertanyaan, benarkah sekolah
gratis dapat memberikan proses pembelajaran yang optimal? Benarkah proses
pembelajarannya disamakan dengan proses pembelajaran sebelumnya (saat masih
membayar)? Dan masih banyak pertanyaan lainnya sehubungan dengan kebijakan
sekolah gratis ini.
Penulis mencoba mencermati dari fakta empiris yang
penulis alami. Jika penulis ingin membeli sebuah barang yang mungkin harganya
cukup mahal, tentunya penulis berusaha menabung hingga akhirnya berhasil
membeli barang tersebut. Dan jika telah memiliki barang tersebut, tentunya
penulis akan mempergunakan dan menjaganya dengan baik, karena barang tersebut
didapat dengan susah payah. Akan tetapi, jika penulis mendapatkan barang
tersebut secara gratis, yang penulis alami adalah penulis hanya mempergunakannya
dan jarang merawatnya dengan baik, karena penulis berpikir barang tersebut
diperoleh tanpa perjuangan apapun.
Dari fakta di atas, penulis melihat ada kecenderungan
rendahnya motivasi dan semangat belajar siswa. Sama seperti yang penulis alami,
karena merasa gratis dan tidak harus berusaha, para siswa cenderung ogah-ogahan
dalam belajar dan tidak memiliki semangat untuk maju dan berkembang. Para orang
tua tidak memaksa anak-anaknya untuk belajar, karena berpikir jika anak mereka
tidak naik kelas, tidak akan membayar apapun sampai selesai pendidikan.
Hal ini yang juga perlu menjadi perhatian pemerintah,
sekolah gratis yang sudah berhasil membangkitkan minat rakyat untuk bersekolah,
juga seharusnya dapat membangkitkan semangat dan motivasi siswa untuk belajar
dengan tekun dan memanfaatkan kesempatan yang ada dengan baik. Dalam hal ini
pemerintah tentunya harus mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan
sekolah gratis, sehingga kebijakan ini dapat menjadi sebuah program unggulan di
Indonesia, khususnya di wilayah DKI Jakarta.
Prestasi belajar siswa dewasa ini.masih diukur dari sisi
akademik, artinya seorang siswa dikatakan memiliki prestasi yang baik jika
nilai-nilai mata pelajarannya baik. Padahal, dalam arti yang lebih luas
prestasi belajar merupakan keseluruhan sinergi yang dimiliki oleh siswa setelah
memperoleh pembelajaran dari sekolah. Sehingga prestasi seharusnya diartikan
sebagai buah dari proses pembelajaran yang tercermin bukan saja dari hasil
akademik tetapi juga dari keseluruhan aspek kehidupannya, seperti akhlak, sopan
santun dan agama.
Prestasi ini tentunya dapat terlihat dari berbagai aspek
dan kriteria. Dalam ilmu ekonomi dikatakan seseorang dikatakan berprestasi jika
mereka memiliki ability (kemampuan), effort (perjuangan) dan chance (kesempatan). Seseorang tidak
akan bisa dikatakan berprestasi jika salah satu elemen di atas hilang atau
tidak dimiliki. Memiliki kemampuan tanpa perjuangan, tidak ada hasilnya.
Memiliki kemampuan dan perjuangan tetapi tidak ada kesempatan juga tidak berhasil.
Untuk itu, sudah seharusnya pendidikan memperhatikan hal ini, yaitu menempat
kemampuan siswa serta memberikan semangat agar berjuang dan mengarahkan siswa
agar mencari kesempatan atau bila perlu menciptakan kesempatan untuk berhasil.
Berbicara kemampuan dalam prestasi belajar, hal ini
tentunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan awal seseorang. Siswa yang memiliki
kemampuan awal yang baik, biasanya memiliki kecenderungan untuk memiliki
prestasi belajar yang baik. Kemampuan awal dimaksud diharapkan dapat menjadi
bahan bakar yang dapat dipakai oleh siswa tersebut untuk belajar di tingkat
yang lebih tinggi. Artinya, dengan kemampuan awal yang baik, siswa dapat
mengikuti dan bahkan menguasai pelajaran-pelajaran sulit yang ia terima di
tingkat berikutnya.
Kemampuan awal siswa, dalam hal ini kemampuan awal siswa
SD yang akan masuk ke SMP tentunya merupakan perjuangan siswa tersebut selama
mengikuti pelajaran di bangku SD. Kemampuan awal dan perjuangan tersebut yang
akan digunakan untuk berjuang kembali di bangku SMP dan begitu seterusnya
hingga ke bangku kuliah. Hal ini dilakukan tentunya untuk menemukan dan atau
menciptakan kesempatan untuk berkarya.
Melihat latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
meneliti tentang perbedaan prestasi belajar antara sebelum dan sesudah
pelaksanaan kebijakan sekolah gratis, serta melihat apakah ada pengaruh
kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar.
2. Perumusan Masalah
- Adakah pengaruh kebijakan sekolah gratis terhadap prestasi belajar siswa dengan mengontrol kemampuan awal siswa?
- Apakah ada peningkatan prestasi belajar setelah pemberlakukan kebijakan sekolah gratis?
3. Kontribusi Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk :
- Kontribusi Teoritis
Dapat
digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian lanjutan, dengan tema yang
sama akan tetapi dengan metode dan teknik analisa yang lain, sehingga dapat
dilakukan proses verifikasi demi kemajuan ilmu pengetahuan.
- Kontribusi Praktis
a.
Pemerintah, dapat menggunakan hasil penelitian ini
untuk menentukan kebijakan yang berhubungan dengan pelaksanaan sekolah gratis,
sehingga dapat dihasilkan siswa-siswa yang berprestasi dan berguna bagi
kemajuan bangsa Indonesia .
b.
Kepala Sekolah, dapat menggunakan hasil penelitian ini
untuk menentukan kebijakan baru dalam rangka meningkatkan prestasi belajar
siswa dengan memberikan arahan dan motivasi kepada seluruh siswa agar tekun
belajar dan memiliki keyakinan bahwa dengan sekolah gratis dapat menghasilkan
prestasi yang membanggakan.
c.
Guru, sebagai ujung tombak proses pembelajaran, dapat
menggunakan hasil penelitian ini dengan mengakomodasi setiap kebutuhan siswa
sehingga siswa lebih termotivasi dan memiliki semangat untuk belajar dan
akhirnya dapat menghasilkan karya nyata bagi kemajuan bangsa.
d.
Orang Tua, dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk
mengarahkan anak-anaknya belajar sesuai dengan minat dan kemampuannya, sehingga
dihasilkan siswa yang unggul dan dapat diandalkan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
- Prestasi
Belajar
Proses
belajar mengajar di sekolah bersifat sangat kompleks, karena di dalamnya
terdapat aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis. Aspek pedagogis merujuk
pada kenyataan bahwa belajar mengajar di sekolah terutama di sekolah dasar
berlangsung dalam lingkungan pendidikan dimana guru harus mendampingi siswa
dalam perkembangannya menuju kedewasaan, melalui proses belajar mengajar di
dalam kelas. Aspek psikologis merujuk pada kenyataan bahwa siswa yang belajar
di sekolah memiliki kondisi fisik dan psikologis yang berbeda-beda. Selain itu,
aspek psikologis merujuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri sangat
bervariasi, misainya: ada belajar materi yang mengandung aspek hafalan, ada
belajar keterampilan motorik, ada belajar konsep, ada belajar sikap dan
seterusnya. Adanya kemajemukan ini menyebabkan cara siswa belajar harus berbeda-beda
pula, sesuai dengan jenis belajar yang sedang berlangsung. Aspek didaktis
merujuk pada. pengaturan belajar siswa oleh tenaga. pengajar. Dalam hal inipun,
ada. berbagai prosedur didaktis. Berbagai cara mengelompokkan, dan beraneka
macam media pengajaran. Guru harus menentukan metode yang paling efektif untuk
proses belajar mengajar tertentu sesuai dengan tujuan instruksional. yang harus
dicapai. Demikian pula dengan kondisi eksternal belajar yang harus diciptakan
oleh pengajar, sangat bervariasi.
Dilihat dari sisi ini, terlihat betapa
pentingnya kedudukan guru dalam proses belajar mengajar. Prestasi anak didik
dipengaruhi oleh banyak faktor, namun yang paling menentukan adalah faktor guru
(Acc Suryadi, Hartilaar, 1993, hal.1 11).
Dalam
hal ini guru sangat berperan dalam menentukan cara yang dianggap efektif untuk
membelajarkan siswa, baik di sekolah maupun di luar jam sekolah, misalnya
dengan memberikan pekerjaan rumah. Ketidakpedulian guru terhadap pembelajaran
siswa akan membawa kernerosotan bagi perkembangan siswa. Guru yang sering
memberikan latihan-latihan dalam rangka pemahaman materi akan menghasilkan
siswa yang lebih baik bila dibandingkan dengan guru yang hanya sekedar
menjelaskan dan tidak memberi tindak lanjut secara kontinu. Dengan kata lain, prestasi belajar siswa sangat
ditentukan oleh cara mengajar guru yang akan menciptakan kebiasaan belajar
pada. siswa. Cara atau kebiasaan belajar banyak diartikan sebagai bentuk belajar atau tipe
belajar. Esensi istilah tersebut adalah suatu perbuatan belajar, yaitu tingkah
laku individu-individu pada proses belajar. Kebiasaan merupakan suatu cara
bertindak yang telah dikuasai yang bersifat tahan uji (persistent)
(Witherington, 1986, hal. 13). Kebiasaan biasanya tejadi tanpa disertai
kesadaran pada pihak yang memiliki kebiasaan itu. Jenis bentuk belajar menurut
Van Parreren (dalam Winkel, 1996) meliputi: (1) Otomatisme, yaitu terutama
meliputi belajar keterampilan motorik, tetapi kadang dapat juga belajar
kognitif, (2) Insidental, yaitu siswa belajar sesuatu tanpa mempunyai intensi
atau maksud untuk mempelajari hal tertentu, khususnya yang bersifat pengetahuan
mengenai fakta atau data, (3) Menghafal, yaitu orang menanarnkan suatu materi
verbal di dalam ingatan, sehingga nantinya dapat direproduksi kembali, (4)
Belajar pengetahuan, adalah orang mulai mengetahui berbagai macam data mengenai
kejadian, keadaan, benda-benda dan orang, (5) Belajar arti kata-kata, adalah
orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan, (6)
Belajar konsep, yaitu orang mengadakan abstraksi yaitu dalam obyek-obyek yang
meliputi benda, kejadian dan orang, (7) Belajar memecahkan problem melalui
pengamatan, yaitu orang dihadapkan pada problem yang harus dipecahkan dengan
mengamati baik-baik dan (8) Belajar berpikir, yaitu orang juga dihadapkan pada
suatu problem yang harus dipecahkan, tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi
dalam pengamatan, namun dipecahkan melalui operasi mental.
Selain itu, faktor yang sangat menentukan
prestasi belajar siswa adalah motivasi siswa itu sendiri untuk berprestasi.
Sering dijumpai siswa yang memiliki intelegensi yang tinggi tetapi prestasi
belajar yang dicapainya rendah, akibat kemampuan intelektual yang dimilikinya
tidak/kurang berfungsi secara optimal. Salah satu faktor pendukung agar
kemampuan intelektual yang dimiliki siswa dapat berfungsi secara optimal adalah
adanya motivasi untuk berprestasi yang tinggi dalam dirinya. Motivasi merupakan
perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif
dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan (Donald dalam Wasty Sumanto, 1998 hal.
203). Motivasi merupakan bagian dari belajar. Dari pengertian motivasi tersebut
tampak tiga hal, yaitu:
(1) motivasi dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri
seseorang, (2) motivasi itu ditandai oleh dorongan afektif yang kadang tampak
dan kadang sulit diamati, (3) motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk
mencapai tujuan. Siswa akan berusaha sekuat tenaga apabila dia memiliki
motivasi yang besar untuk mencapai tujuan belajar. Siswa akan belajar dengan
sungguh-sungguh tanpa dipaksa, bila memiliki motivasi yang besar; yang dengan
demikian diharapkan akan mencapai prestasi yang tinggi. Adanya motivasi
berprestasi yang tinggi dalam diri siswa merupakan syarat agar siswa terdorong
oleh kemauannya sendiri untuk mengatasi berbagai kesulitan belajar yang
dihadapinya, dan lebih lanjut siswa akan sanggup untuk belajar sendiri.
- Kemampuan Awal
Penyusunan program pembelajaran yang baik memerlukan dua
macam informasi, yaitu : (a) tujuan pembelajaran khusus. (b) kemampuan awal dan
karakteristik siswa. Tujuan pembelajaran khusus adalah kemampuan, keterampilan
dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa manakala ia telah selesai mengikuti
suatu program pembelajaran. Menurut Abdul Gafur [1980,57], kemampuan awal dan
karakteristik siswa adalah “Pengetahuan dan keterampilan yang relevan, termasuk
di dalamnya latar belakang informasi
karakteristik siswa yang telah ia miliki pada saat akan mengikuti suatu program
pembelajaran”.
Setiap siswa telah mempunyai berbagai pengalaman, kondisi dan potensi
sewaktu memasuki situasi
belajar. Ia telah
memiliki sikap-sikap dan
intelegensi tertentu serta pengalaman belajar sebelumnya di dalam maupun
di luar sekolah. Semuanya ini merupakan
latar belakang ataupun karakteristik siswa. Pengetahuan
atau kemampuan yang telah dimiliki siswa
yang berhubungan dengan pelajaran yang akan diikutinya memegang peranan amat
penting dalam proses belajar mengajar di sekolah. Informasi ini perlu diketahui
guru, sebab dengan hal itu guru dapat merancang
dan mendesain model pembelajaran
secara tepat dan berarti. Untuk dapat merancang pembelajaran yang efektif,
seorang guru harus mampu
mengidentifikasi keterampilan awal siswa yang dibutuhkan sehingga mempunyai
implikasi pada perencanaan model pembelajaran. Oleh sebab itu, mengenali tingkah laku masukan (siswa) dan
ciri-ciri siswa merupakan langkah awal yang sangat penting untuk dilakukan dan
berguna untuk memperjelas sasaran dalam pembelajaran.
Sehubungan dengan
hal tersebut Cecco mengemukakan bahwa kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa
sebelum memulai pelajaran baru, mempunyai pengaruh pada kemampuan siswa untuk
memahami materi pelajaran yang akan dihadapinya. Hal ini terjadi kalau antara
“Kemampuan awal dan materi pelajaran baru menunjukkan adanya relevansi,
terutama kalau pengetahuan awal tersebut merupakan pengetahuan persyaratan
terhadap pelajaran berikutnya”.
Pengaruh ini nampak dalam
pemantauan hasil belajar siswa dalam jangka waktu tertentu. Sebab pada umumnya
hasil belajar siswa yang dicantumkan sebagai nilai rapor
caturwulan atau semester dalam
suatu bidang studi tertentu menunjukkan perkembangan hasil belajar dalam satu,
dua atau tiga tahun berikutnya. Dengan demikian, prilaku kemampuan awal
mempunyai dua karakteristik, yaitu : (1) sebagai prasyarat belajar untuk
menghadapi pelajaran berikutnya, dan (2) mempunyai hubungan dengan hasil
belajar dalam materi dan tugas-tugas pembelajaran berikutnya.
Pernyataan di
atas, berkaitan dengan pendapat Sudjana yang menyatakan bahwa hasil belajar
yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam
diri siswa dan fator dari luar atau lingkungan. Faktor yang datang dari dalam
diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar
sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai.
Adanya pengaruh
dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat
perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya.
Siswa harus merasakan adanya suatu kebutuhan untuk
belajar dan berprestasi. Ia harus
berusaha mengerahkan segala daya untuk dapat mencapainya. Selain itu, hasil
yang dapat diraih masih juga bergantung dari lingkungan. Artinya ada
faktor-faktor yang berada di luar dirinya yang dapat menentukan atau
mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Yang paling dominan adalah kualitas
pembelajaran, sebab hasil belajar pada hakikatnya tersirat dalam tujuan
pembelajaran. Dengan demikian, hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh
kemampuan siswa dan kualitas
pembelajaran. Pendapat ini
sesuai dengan teori belajar (Theori of School Learning)
dari Bloom yang mengatakan bahwa ada tiga variabel utama dalam teori belajar di
sekolah, yaitu : karakteristik individu, kualitas pembelajaran dan hasil
belajar siswa. Dalam kegiatan belajar,
lebih banyak memerlukan
aktivitas siswa sehingga kualitas
masukan (keadaan awal siswa) itu sangat menentukan kualitas keluarannya (hasil
belajar siswa). Artinya, bagaimanapun baiknya
alat pemerosesan jika
kualitas masukannya rendah untuk mengikuti suatu program pembelajaran
maka diperlukan adanya pengenalan kemampuan awal siswa.
Menurut teori
konvergensi yang dikemukakan oleh
Williams Stern yang dikutip Shalahudin menyatakan bahwa “Manusia pada dasarnya
mempunyai kemampuan dasar yang baik atau sebaliknya. Perkembangan selanjutnya
adalah hasil kerjasama antara dua faktor yaitu faktor internal (fotensi
hereditas) dan faktor eksternal (lingkungan pendidikan)”.
Dari pernyataannya
tersebut jelas bahwa siswa memiliki kemampuan dasar yang dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor internal (hereditas) dan faktor ekternal (lingkungan pendidikan). Hal
tersebut berkaitan dengan kemampuan awal
siswa yaitu apabila siswa mempunyai kemampuan dasar yang baik maka
perkembangan selanjutnya akan mengarah kepada keberhasilan, apabila hal ini
dianalogikan terhadap proses belajar-mengajar maka dengan adanya kemampuan awal
matematika yang baik maka akan memperoleh hasil
yang baik pula. Untuk mendapatkan prestasi belajar matematika yang baik
maka kemampuan awal matematika siswa
juga harus baik. Kemampuan awal matematika yang dimiliki siswa dapat dikatakan
baik apabila telah dilakukan evaluasi (penilaian). Dalam
penelitian ini kemampuan
awal yang dimaksudkan adalah
Nilai Ujian Akhir murni di SD, karena SD merupakan jenjang pendidikan dasar,
yang merupakan bekal awal untuk melanjutkan kejenjang pendidikan menengah dalam
hal ini SMP. Nilai Ujian Akhir SD digunakan sebagai dasar kemampuan awal
matematika, karena sesuai dengan pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990
tentang Pendidikan Menengah , dijelaskan bahwa ;
Pendidikan dasar yang
diselenggarakan di sekolah menengah atas (SMA) bertujuan untuk memberikan bekal
kemampuan lanjutan yang merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh di SLTP yang bermanfaat bagi siswa untuk
mengembangkan hidupnya sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara
sesuai dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti
pendidikan tinggi.
Berdasarkan
penjelasan di atas bahwa SMP yang
merupakan sekolah lanjutan setelah siswa menyelesaikan pendidikan dasar 6
tahun, hal tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk mensukseskan wajib
belajar 9 tahun yang salah satu jenjangnya adalah pendidikan SMP dengan tujuan
untuk memberi bekal kemampuan dasar (awal) untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan menengah.
- Kebijakan
Sekolah Gratis
Sekolah gratis merupakan kebijakan pemerintah dalam hal
membebaskan seluruh biaya pendidikan bagi rakyat, dalam hal ini beban
pendidikan tersebut ditanggung oleh anggaran pemerintah. Sekolah gratis mulai
diterapkan mula-mula untuk siswa SD dan akhirnya meningkatkan untuk siswa SMP
dan SMA. Kebijakan sekolah gratis mulai diterapkan di SMP sejak tahun pelajaran
2004/2005, sedangkan di SD sudah dilaksanakan lebih dahulu.
- Kerangka
Berpikir
Sekolah
Gratis merupakan sebuah kebijakan yang dilandasi kepedulian pemerintah terhadap
nasib rakyat Indonesia .
Masih banyaknya rakyat Indonesia
yang terkurung dalam kebodohan membuat pemerintah mengambil langkah strategis
yaitu sekolah gratis. Hal ini perlu diwaspadai, tidak ada pendidikan yang
gratis. Sekolah gratis artinya masyarakat tidak perlu membayar biayanya, tetapi
yang membayar adalah pemerintah.
Melihat
fenomena masyarakat tidak terbebani sedikitpun untuk mengakses pendidikan,
tidak jarang masyarakat tidak termotivasi untuk belajar dan berusaha
memanfaatkan peluang yang ada. Kecenderungan ini kadang berimbas pada prestasi
belajar siswa, artinya mereka yang bersekolah gratis memiliki kecenderungan
masa bodoh dan enggan berusaha.
Dari
uraian di atas, peneliti melihat bahwa kebijakan sekolah gratis justru
berpengaruh negatif terhadap prestasi belajar siswa. Artinya, dengan pelaksanaan sekolah gratis,
prestasi belajar siswa justru akan semakin turun.
C. METODE PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
- Untuk menemukan seberapa besar pengaruh kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa sebelum kebijakan sekolah gratis dijalankan.
- Untuk menemukan seberapa besar pengaruh kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa sesudah kebijakan sekolah gratis dijalankan.
- Untuk menemukan perbedaan prestasi belajar siswa sebelum dan susudah kebijakan sekolah gratis dijalankan.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei expose-facto, yaitu penelitian
yang digunakan untuk memperoleh suatu fakta tentang gejala atau permasalahan
yang timbul dengan membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan kriteria yang
telah ditentukan antar masing-masing variabel yang ada dalam penelitian ini.
Adapun desain penelitian/konstelasi masalah dapat digambarkan sebagai
berikut:
A1
|
A2
|
X à
Y
|
X à
Y
|
A = pemberlakuan kebijakan sekolah gratis, yang
terbagi atas kategori:
A1 = sebelum pemberlakukan sekolah gratis
A2 = setelah pemberlakukan sekolah gratis
X = kemampuan awal siswa
Y = prestasi belajar siswa
Data yang akan digunakan dalam
penelitian ini bersumber dari GURU/KEPALA SEKOLAH dan atau DINAS PENDIDIKAN
setempat, yaitu dengan cara meminta hasil kemampuan awal siswa (dalam bentuk
Nilai Ujian Akhir SD atau nilai seleksi masuk SMP) dan meminta data prestasi
belajar seluruh siswa melalui Legger yang dimiliki oleh setiap guru.
Setelah data didapatkan akan dilakukan uji persyaratan analisis data,
yaitu uji normalitas (menggunakan kosmogorov smirnov, untuk menguji apakah data
berdistribusi normal atau tidak), uji homogenitas dan uji linieritas (untuk
menguji linieritas regresi).
Teknik analisa data pengujian hipotesis yang digunakan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan
mengontrol kovariabel (kemampuan awal) menggunakan teknik ANKOVA (Analisis
Kovariat).
DAFTAR PUSTAKA
Harold G. Shane,
Arti Pendidikan Bagi Masa Depan (____, ____, 2002)
Arikunto,
Suharsimi, 1993, Manajemen Penelitian, (Jakarta ,
Rineka Cipta)
Gulo, W., 2005, Strategi
Belajar Mengajar Cet ke 3 (Jakarta, Grasindo)
Hamalik, Oemar, 2004, Proses
Belajar Mengajar (Jakarta, Bumi Aksara)
Lubis, Zulkifli, 1998, Teori
Belajar (Jakarta, STKIP Wijaya Bakti)
Purwanto, M. Ngalim, 1992,
Psikologi Pendidikan (Bandung, Remaja Rosda Karya)
Riduwan, 2005, Belajar Mudah
Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula (Bandung, Alfabeta)
Sudjana, Nana, 2004, Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar cet. ke 9 (Bandung, Remaja Rosda Karya)
Sugiyono, 2004, Metode
Penelitian Administrasi (Bandung, Alfabeta)
Winkel, W.S., 1996, Psikologi
Pendidikan dan Evaluasi Pendidikan (Jakarta, Gramedia)
Suryabrata, Sumadi; 2004, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Lampiran
JADWAL PENELITIAN
Penelitian ini akan memakan
waktu 3 bulan, dengan jadwal sebagai berikut :
……………………………….
PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN
Persiapan dan Pengumpulan Data
1.
Survey Pendahuluan Rp.
500.000,-
2.
Perizinan Penelitian Rp. 1.000.000,-
2. Pembahasan Awal dan Pengumpulan Data Awal
a. Honor
Peneliti Rp. 1.000.000,-
b. Tenaga
Lapangan Rp. 500.000,-
c. Transportasi
Rp.
700.000,-
Subtotal A Rp. 3.700.000,-
Operasional Lapangan
1. Honor Peneliti Rp. 2.000.000,-
2. Staf
Administrasi Rp.
500.000,-
3. Tenaga
Lapangan Rp. 1.000.000,-
4. Transportasi
Rp. 1.000.000,-
Subtotal
B Rp. 4.500.000,-
Penyusunan Laporan Hasil Penelitian
1. Menyusun Laporan Akhir Rp. 1.000.000,-
2. Penggandaan Laporan Akhir Rp.
300.000,-
Subtotal
C Rp. 1.300.000,-
TOTAL A + B + C Rp. 9.500.000,-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar